A smile is a curve that sets everything straight. ~Phyllis Diller~
Ketika kaki melangkah lunglai, disaat malam mulai menjejak bumi. Dan suara azan mengalun merdu, menyapa telinga melalui deru angin senja. Terasa sendu. Seorang perempuan (sebut saja begitu), merunduk, bukan malu, bukan pula takut. Rapuh, lara, dan haru membiru larut di suatu tempat yang dalam di dadanya. Hati, mungkin. Matanya seakan perih dan berkaca, hatinya memaksa matanya bereaksi begitu, batinnya.
Entah apa yang membuatnya begitu? Tapi tunggu dulu! Hanya 5 suara jejak langkah yang terdengar dari kakinya. Kepalanya mendongak menatap langit. Mendongak, bukan sombong, bukan pula angkuh. Tunggu! (lagi-lagi) Ada yang ajaib. Matanya yang tadi perih dan berkaca hingga hampir saja butiran bening meluncur di pipinya yg menekuk kebawah (lagi-lagi semuanya atas perintah hati) menjadi berbinar dan pipi membulat berseri. Apa kira-kira yang membuatnya berubah seketika? Tenyata, senyuman yang terukir dari bibirnya.
Perempuan itu, baru menyadari. Keajaiban senyuman. Yang lain, selain membentuk keindahan pada wajah dan sadaqah yang paling murah. Senyuman. Pada saat itu bergerak melalui dua jalur secara bersamaan. Jalur pertama, memberikan ketenangan bagi hatinya. Jalur kedua, lekukan pipi pada saat tersenyum memberi tekanan pada mata.
Iya! Ternyata pipi yang membulat akibat tarikan bibir yg sedang tersenyum tersebut berfungsi menahan mata sehingga air yang berada pada mata tidak tumpah dan mengalir menelusuri pipi. Kedua jalur tersebut membentuk kombinasi yang maha sempurna. Maha sempurna untuk menghilangkan gurat kesedihan! Subhanallah! Mungkin itu, mengapa lekukan senyum itu melengkung dengan sudut bibir terangkat keatas. Bukan kebawah. Karena jika kebawah maka airnya tumpah ruah tidak tertahan.
Seperti ini bedanya :

Jadi, bungkus kesedihan dengan senyuman. Tersenyumlah! Dan seluruh dunia akan tersenyum padamu! 🙂